Sabtu, 30 Maret 2013

Saatnya Kita Menjadi "Trendsetter"

Saatnya Menjadi Trendsetter.

Saya agak prihatin jika memperhatikan lingkungan sekitar kita belakangan ini. Sepertinya ketergantungan kita terhadap hal-hal yang berbau "luar negeri" semakin berarti. Mulai dari gaya hidup sosial, budaya, pergaulan, sampai produk-produk kebutuhan. Kesemuanya itu seakan sudah melekat dan tak bisa ditawar lagi, mungkin lebih tepatnya kita sudah menjadi "follower" sejati. Sepertinya apa yang ada di luar sana lebih menarik dan menjanjikan. Lantas kemanakah budaya kita, kebanggaan kita, milik kita?.

Saatnya Kita Menjadi "Trendsetter".

Saatnya Menjadi Trendsetter
Mengetahui dunia luar memang suatu keharusan, untuk mengetahui seberapa besar langkah kita, kontribusi kita terhadap kemajuan. Tetapi tidak untuk melupakan identitas dan integritas yang semestinya kita banggakan. Jangan sampai segala sesuatu yang kita miliki, kita ciptakan, diklaim bangsa lain yang ternyata lebih menguasainya ketimbang kita sendiri yang mengaku sebagai "pemilik aslinya". Ironis memang, ditengah kemajuan yang semakin pesat tanpa sadar kita melupakan apa yang kita bangga-banggakan. Ditambah dengan generasi muda yang seakan kurang peduli terhadap budaya sendiri. Sepertinya sudah sangat jarang generasi muda kita yang masih menjunjung kesemuanya itu. Terutama kesenian dan kebudayaan daerah yang sepertinya semakin menghilang tanpa ada yang peduli dengan kelestariannya.

Mungkin kita melihat bangsa lain dari sisi luarnya saja, tanpa memahami apa pun yang menjadi latar belakang dan proses "internal"nya. Apa yang kita lihat saat ini di luar sana, adalah wujud dedikasi mereka untuk kemajuan bangsanya, walaupun bukan tujuan yang bersifat langsung. Dan kalau pun sampai populer, itu hanyalah semacam efek samping dari sebuah prestasi yang dicapai. Yang semestinya kita tiru disini adalah sistemnya, bukan gayanya.

Sebagai contoh kita ambil saja yang sedang "booming" saat ini, diantaranya adalah bidang industri musik. Hadirnya "boyband" dan "girlband" baru di kancah musik memang tak bisa disangkal lagi. Berawal dari munculnya segelintir kelompok musik dari negeri ginseng yang terlebih dahulu populer. Kenapa mereka bisa jadi terkenal?, kenapa mereka bisa menjadi "trendsetter"?. Itu semua berkat dedikasi mereka untuk mencapai prestasi, dan menjadi populer adalah semacam "efek samping" dari prestasi yang mereka raih. Secara awam dapat dikatakan menjadi terkenal karena keahliannya, bukan menjadi ahli karena keterkenalannya. Sama halnya yang terjadi di negeri tirai bambu, mereka membuat produk sendiri, memakainya sendiri. Bahkan ada produk dari luar yang tidak mendapat izin masuk dikarenakan pemerintah mewajibkan penggunaan produk lokal. Dan mengapa produk mereka bisa populer sampai-sampai membanjiri pasar?, padahal semua orang tahu kualitas yang sebanding dengan harganya yang dianggap "lebih murah", itu pun tak lepas dari cara mereka menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Mereka membuat, memakainya hingga menjadi suatu "trend", dan kemudian menjualnya.

Sebagai generasi muda, sudah saatnya kita bangkit, mengembangkan kreatifitas. Setidaknya untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Kenapa kita tidak meniru sistemnya?. Untuk yang baru, kita buat, untuk yang sudah tersedia, kita kembangkan, kita aplikasikan hingga menjadi "trend" dan ciri khas bangsa kita. Tak mudah memang, dan yang paling memungkinkan adalah mengawalinya dari diri sendiri. Ketahuilah dunia luar sebagai referensi, dan kembangkan budaya sendiri sebagai suatu prestasi.
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar